The Future Is Certainty

The Future Is Certainty

Senin, 21 Februari 2011

HUTAN KEDEPAN MAU JADI APA?


Nah, sekarang aku mau ceritakan sedikit ni pada waktu aku melakukan perjalanan study tour ke kota Bontang. Sebenarnya itu adalah perjalanan rutin yg dilakukan oleh sekolah aku SMKN 1 Balikpapan sebelum siswa melakukan PSG (magang) tp ini yg jurusan geologi pertambangan aj loh,hhe. Semua pasti tau kan ap itu PSG, klw gg taw tnya bah google deh.hhe
Oke lanjut. Nah kami mengunjungi perusahaan batubara nmanya PT. Indominco Mandiri.
Waktu diperjalanan sih aku kagum dgn hutan” lebat yg ad disepinggir pengglihatan aku dan udaranya yg masih segar, Wajar lah aku bangga hidup di Indonesia yg ky akan hutan ini.hhhaa
Setelah sampai di TKP(PT.Indominco), aku kaget melihat betapa gundulnya ternyata hutan” dipedalaman sana, tdak seperti yg aku byangkan. Aku tau sih pertambngan itu memang hrus melakukan eksploitasi,klw gg gtu gmna mau bsa diambil batubaranya. Msa mw pke sistem tambang tertutup,kan mahal n lma proses nya. Setelah kami melakukan perjalan ke pit dmna batubara diambil, aku bertnya kepada instruktur yg ad disitu. Ternyata memang setelah batubara itu habis dikeruk,mereka akan melakukan proses penanaman kmbali dengan bibit” tanaman yg sudah dibuat dan struktur tanah nya akan diikembalikan lg seperti awalnya sebelum dilakukan penambangan. Untunglah,pikir aku bgtu.setidaknya tidak memperparah kegundulan hutan. Tetapi,kenapa msh bnyak yg melakukan penebangan hutan tanpa melakukan reboisasi ya??
Sekarang aku mau mendefinisikan apa sih sebenarnya hutan itu dan ap saja manfaaf nya bagi kehidupan manusia??

Hutan berisikan lebih dari skedar kayu lapis untuk diekspor. Hutan juga memuat hasil-hasil seperti buah-buahan,serat,tumbuh-tumbuhan obat untuk kehidupan manusia. Hutan juga sebagai pencegah banjir di musim hujan dan penyimpan air diwaktu musim kemarau. Hutan juga sebagai penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen untuk kita bernapas. Hutan juga memiliki fungsi ekonomi sebagai bahan industri kayu, sebagai penghasil devisa negara dan pembuka lapangan kerja baru. Tetapi, hutan juga punya fungsi ekologi yaitu sebagai habitat berbagai macam ekosistem tumbuh-tumbuhan dan hewan. Juga sebagai sumber kehidupan bagi penduduk lokal yg bergantung kepada hutan. Oleh karena fungsi hutan yang ganda inilah,maka kelompok yg berkepentingan atas hutan pun beraneka ragam. Ada kelompok yg selalu mementingkan hutan dari segi ekonominya saja seperti industri kayu, pertambangan, pemukiman penduduk, dan perdagangan. Dilain pihak, ada kelompok seperti pakar keanekaragaman hayati, pengelola tanaman obat-obatan, penggelola banjir yg memetik manfaat dari hutan yg utuh. Lain lagi dengan kelompok yg mementingkan hutan sbg tempat hunian warga lokal, tempat berburu, bercocok tanam, dan bayak lagi. Hutan memang harus diolah,tetapi harus disesuaikan dengan kemampuannya untuk pembaharuan karena hutan adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui.


             Gambar: Penebangan liar

Dengan banyaknya pihak yang membutukan manfaat dari hutan, maka hutan bebagai sumber    daya alam yang banyak “dikeroyok” oleh berbagai pihak. Saat ini pengelolaan hutan harus dilakukan lebih canggih lagi, yaitu agar meminimalkan kerusakan yg diakibantkannya sedikit mungkin. Penggunaan hutan yang “adil” dan “berkelanjutan”. Ya, karana hutan dapat diperbaharui. Dengan itu pertnyaan yang harus diselesaikan pertama adalah bagaimana penggunaan hutan dapat menyelesaikan kemiskinan bagi negara berkembang seperti negara kita saat ini. Kedua, karena hutan adalah milik bersama, maka harus ada pengelolaan hasil hutan yang merata dan adil oleh semua pihak. Ketiga, hutan tidak hanya berisikan hewan dan tumbuhan-tumbuhan, tetapi masyarakat lokal yang kehadirannya sejak dulu adalah realitas. Mereka kan menggunakan pakaian dari tumbuh-tumbuhan dan berburu dari hewan setempat. Oleh karena itu kepentingan penduduk lokal akan hutan harus diperhatikan.

Kedepan, dengan kebutuhan ekonomi dunia akan hutan,maka perlu diterapkan kebijakan berdagangan yg berwawasan lingkungan. Baik pemerintah maupun masyarakat harus turut serta dalam pengelolaan hutan yg berwawasan lingkungan. Penduduk dunia diperkirakan naik populasinya dipertengahan abad ke-21 ini. Pola konsumsi penduduk dunia yang semakin meningkat, diperlukan daya dukung sumber daya alam yang semakin banyak. Banjir, hujan salju yg tebal, dan iklim yg tidak menentu yang saat ini melanda hampir diseluruh dunia,merupakan dampak dari kerusakan lingkungan yg diakibatkan oleh manusia yg merupakan suatu ancaman jika tidak diatasi secara tepat.


Syukurlah manusia masih dianuhgerahkan oleh akal dan pikiran untuk mengupayakan jalan yg terbaik atas kemelut yang mengancamnya. Semoga saja ilmu dan teknologi yg dikembangkan manusia dapat memegang peranan penting untuk menciptakan kehidupan yang berwawasan lingkungan.*

Membangun Tanpa Gas Rumah Kaca?



Hati gundah ketika daerah Sumatra Selatan bangga dijuluki sebagai “lumbung energi” karena berpotensi batubara, minyak, serta gas bumi masing-masing 50% dan 11% dari total cadangan nasional. Sumber energi ini memuat bahan  cemar karbon dioksida, metan, dan nitro dioksida, dikenal sebagai “gas rumah kaca” (GRK) yang mengancam kehidupan manusia. Lebih dari 10 tahun sudah berlangsung pembakaran lahan pertanian, perkebunan, tanah gambut, dan hutan yang melepaskan GRK melalui asap tebal serta melumpuhkan angkutan sungai dan penerbangan setiap tahun. Banyak pengamat lngkungan risau menyaksikan gumpalan zat cemar tahunan membentuk Asian Brown Cloud, awan coklat Asia, menggantung di angkasa.


Klik gambarnya kalau mau lihat lebih jelas lagi J

Sampai sekarang Indonesia masih menggunakan bensin bertimah hitam yang meningkatkan kadar GRK dan merusak kesehatan. Kendaraan yang berlalu lalang tidak mengenal batas usia sehingga menghasilkan kadar GRK tinggi yang mengotori udara. Semula sinar matahari menghasilkan panas bumi yang kembali lepas ke atmosfir dan menyejukkan suhu bumi yang nyaman bagi kehidupan manusia. Sejak revolusi industri, kegiatan industri, transportasi dan energi, pembukaan hutan, lahan ,dan gambut menumpukkan GRK di atmosfir. Muncul “efek rumah kaca” yang menahan radiasi panas bumi sehingga menaikkan suhu bumi. Penumpukan GRK naik tajam dalam ukuran puluhan tahun. Jika laju pertumbuhan GRK ini berlanjut tanpa kendali, maka suhu global akan semakin panas. Suhu global tahun 1990-an lebih panas 0,6 derajat Celcius ketimbang 100 tahun lalu. Bila pola pembangunan tak berubah, suhu global akan naik 1,7-4,5 derajat Celsius tahun 2100.

Suhu bumi yang semakin panas memekarkan air laut. Bongkahan es di kutub utara dan di kutub selatan serta pegunungan salju mencair. Permukaan air laut diperkirakan naik 15-95 cm. Sudah lama pulau Tuvalu, Kiribati, dan Kepulauaan Marshall di Samudera Pasifik tenggelam dimusim hujan sehingga penduduk pindah ke Selandia Baru. Banyak ahli meramalkan “penenggelaman pulau“ akan semakin meningkat di abad ke-21, terutama di samudera Pasifik dan Hindia. Indonesia sendiri menjelang pertengahan abad ke-21 diperkirakan menderita penenggelaman 2.000 pulau kecil dimusim hujan dan peningkatan frekuensi banjir dikawasan pesisir. Dampak naiknya suhu bumi akibat perubahan iklim menyebabkan musim hujan semakin pendek tetapi intensif, sedangkan musim kemarau semakin panjang dan lebih kering. Air permukaan daratan mengering semakin cepat sehingga air semakin langka.

Perubahan suhu menaikkan jenis penyakit berkaitan dengan musim dan udara yang berfluktuasi tajam. Penyakit lama mewabah, seperti flu dan malaria, sedangkan penyakit baru terus meluas. Food and Agriculture Organization (FAO) mengingatkan dampak negatif perubahan iklim pada pertanian akan lebih besar dikawasan tropis ketimbang di kawasan lain. Perubahan iklim akan semakin besar variasinya menjelang 2030 di kawasan tropis sehingga upaya “pengendalian” dampak harus disertai langkah “adaptasi” kehidupan dengan perubahaan iklim. Adaptasi ini dimungkinkan apabila laju perubahan suhu global berlangsung lamban sehingga kehidupan alam dapat menyesuaikan diri dengan kelambanan perubahan iklim.

Karena negara maju merupakan penghasil GRK utama, mereka harus menurunkan pembuangan GRK tahun 2008-2012 ke tingkat pembuangan GRK lima persen dibawah tingkat tahun 1990. Ini memerlukan upaya pertama: menurunkan tingkat pembuangan GRK di tingkat masing-masing negara melalui kebijakan pembangunan tanpa GRK. Kedua, memperluas kapasitas alam menyerap GRK melalui perluasan kawasan hutan dan pengelolaan lahan yang lebih ramah lingkungan. Ketiga, mengembangkan mekanisme global untuk mencapai sasaran yang memungkinkan negara industri “membeli” sejumlah kadar penururan buangan GRK melalui pembangunan proyek ramah lingkungan di negara berkembang. Bank Dunia juga telah menghimpun 800 juta dollar AS “Prototype Carbon Fund” (PCF) untuk membiayai proyek ramah lingkungan di negara berkembang.

Salah satu contoh adalah Indocement Indonesia yang telah menandatangani Emissions Reduction Purchase Agreement dengan bank dunia pada juni 2004. Dengan dana PCF, Indocement membiayai produksi kualitas semen yang hemat energi dan mengganti batubara dengan biomassa. Kebijakan energy diarahkan untuk mengurangi peranan dan proporsi energi tak terbarukan dengan meningkatkan peranan dan proporsi energi terbarukan. Kebijakan pertaniaan beririgasi perlu dijajaki alternatifnya.

Pola pengendalian banjir perlu dikaji ulang untuk tidak membuang air hujan ke laut, tetapi mengusahakan penyerapan dan penampungannya melalui situs dan danau. Ringkasnya kebijakan pembangunan industri, energi, transportasi, dan pembangunan kota diarahkan dalam pengurangan energi penghasil GRK. Sedangkan kebijakan pertanian, pola pengendalian banjir, dan perencanaan penggunaan lahan serta hutan untuk meningkatkan kemampuan alam menyimpan air hujan dan menyerap GRK.